Artikel- Cerita perajin bambu dari jualan di trotoar hingga ikut pameran di G20. 10 jam lalu PLN perkenalkan PLTS Pulau Messah ke delegasi Sherpa G20 Pelabuhan Rakyat Borong di Kabupaten Manggarai Timur, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), ambruk diterjang banjir dan gelombang ekstrem pada Kamis (6/12). Temukan koleksi favoritmu tersedia koleksi, tersebar di seluruh perpustakaan di lingkungan kemdikbud Text Cerita Rakyat Manggarai Buku ini berisi terjemahan teks cerita rakyat berbahasa Manggarai. Collection Location Perpustakaan Balai Bahasa Padang Detail Information Series Title - Call Number - Publisher Jakarta Pusa Bahasa., 2007 Collation xiii, 312 hlm.; 21 cm Language ISBN/ISSN 978 979 685 653 4 Classification - Content Type - Media Type - Carrier Type - Edition - Subjects Specific Detail Info - Statement of Responsibility File Attachment No Data Comments You must be logged in to post a comment
Masihbanyak masyarakat di kampung yang sampai saat ini menggunakan alat tradisional di atas untuk memasak. Sehingga tradisi untuk membuat periuk dari tanah terus dipertahankan oleh beberapa keluarga yang tinggal di wilayah Desa Bamo Kecamatan Kota Komba- Manggarai Timur Flores-Nusa Tenggara timur (Dus Fotografer1232ps)
Dalam kaitan dengan lingkungan hidup , falsafah masyarakat Manggarai- Nusa Tenggara Timur memiliki perhatian kepada lingkungan hidup lebih kepada aspek etika. Etika adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari baik dan buruknya tindakan manusia. Dalam kaitan dengan lingkungan, manusia memiliki pandangan bahwa dirinya merupakan bagian dari alam. Dalam diri masyarakat Manggarai-NTT, tertanam lima pilar utama yang diyakini sebagai penopang kehidupan mereka. Lima pilar utama ini antara lain Alam adalah Wae Bate Teku Mata Air Sumber Hidup yang memiliki empat elemen penting didalamnya yakni Mbaru Bate kaeng Rumah, Natas Bate Labar Halaman, Compang Bate Mesbah Persembahan, dan Uma Bate Duat Kebun. Mata air sumber kehidupan ini diyakini bersumber dari Puar Hutan dan Satar Padang yang kemudian menjadi tugas Masyarakat manggarai untuk menjaga dua sumber mata air ini. Tugas ini terungkap dalam syair yang sering dibawakan dalam lagu upacara adat “Neka poka puar rantang mora usang, neka tapar sata rantang mata kaka puar, kudut kembus kid wae teku, mboas kid wae woang” Arti “Janganlah membakar hutan agar jangan sampai hujan hilang Jangan membakar padang agar jangan mati binatang hutan Supaya air minum tetap membual dari sumbernya Dan air kehidupan tetap tersedia dengan melimpah”.Barat, 2009 Hutan bagi masyarakat Manggarai dianggap sebagai Ende Ibu dan Ema Bapak dari kehidupan. Kampung tempat manusia Manggarai hidup dan beraktifitas memiliki hubungan erat dan tak terpisahkan dengan hutan. Hutan merupakan sumber makanan danminuman yang takkan pernah habis. Sedangkan manusia Manggarai dan kampung mereka merupakan hasil Perkawinan Kosmos. Nenek moyang masyarakat manggarai percaya bahwa roh leluhur yang menurunkan manusia yang tinggal di kampung dan hutan sebenarnya berasal dari Poco Gunung. Karena itu, hutan dan gunungnya dipandang sebagai Ibu dan Bapa Kosmos yang memberi dan menghasilkan kehidupan terutama air. Karena itu, hutan dipandang sebagai Ata Rona Pemberi Wanita sekaligus pemberi kehidupan.Barat, 2009 Dalam ritus mendirikan Rumah Gendang Rumah Baru, ada bagian acara yang disebut Siri Bongkok Mengambil Tiang Utama di hutan untuk dijadikan Siri Bongkok Tiang Utama dari rumah adat. Kegiatan mengambil kayu tiang utama ini untuk dibawa ke kampung disebut RokoMolas Poco Membawa Lari Gadis Gunung. Kayu dipercaya sebagai Beo Perempuan yang di pinang untuk bersama-sama merawat, mengasuh, dan memelihara anak manusia yang berada dikampung. Maka bagi orang manggarai, rumah adalah simbol manusia, bagian kayu utama merupakan simbol perempuan, sedangkan bagian kepala atau Ngando adalah laki-laki.Barat, 2009 Dari falsafah masyarakat Manggarai tentang manusia dan lingkungan tempatnya tinggal ini dapat ditarik sebuah makna terdalam bahwa manusia dan lingkungannya adalah sebuah ikatan yang tak dapat dipisahkan, memiliki hubungan timbal balik dan tentunya saling berinteraksi dalam menciptakan sebuah kehidupan. Tanpa manusia, alam hanya Objek yang tak terjamah sedangkan tanpa alam, manusia adalah subjek yang tak bekerja Nulla-Opus. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free BOOK CHAPTER KOMUNIKASI LINGKUNGAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL Editor Iriana Bakti Suwandi Sumartias Priyo Subekti Copyright 2020, Pusat Studi Ilmu Lingkungan Fikom UNPAD Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau meperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit. Cetakan 1, Januari, 2020 Diterbitkan oleh Unpad Press Graha Kandaga, Perpustakaan Unpad Lt 1 Jl. Raya Bandung Sumedang Km 21 Bandung 45363 e-mail press Anggota IKAPI dan APPTI Editor Iriana Bakti, Suwandi Sumartias, Priyo Subekti Tata Letak Priyo Subekti Desainer Sampul Delly Ramdani Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan KDT Komunikasi Lingkungan berbasis Kearifanl Lokal / Editor Iriana Bakti, Suwandi Sumartias, Priyo Subekti Penyunting, -Cet. 1– Bandung; Unpad Press; 150h; 21 cm ISBN 978-602-439-751-7 I Komunikasi Lingkungan berbasis Kearifan Lokal II. Iriana Bakti, Suwandi Sumartias, Priyo Subekti Subekti 2 DAFTAR ISI FALSAFAH SUNDA SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT KAMPUNG NAGA DALAM MELESTARIKAN LINGKUNGAN .................................................... 4 Elfira Rosa Juningsih, Uud Wahyudin, Priyo Subekti .................................................. 4 GERAKAN SOSIAL BARU DALAM UPAYA MENGURANGI SAMPAH DI KABUPATEN BANDUNG BARAT ............................................................................ 12 Meria Octavianti ........................................................................................................ 12 KAMPANYE GERAKAN KURANGI PISAHKAN DAN MANFAATKAN SAMPAH KANG PISMAN DI KOTA BANDUNG ................................................................... 20 Alwin Fiqri Lafansyah, Yanti Setianti, Anwar Sani .................................................... 20 ANTARA BENCANA DAN PENDIDIKAN KEBENCANAAN .................................. 28 Priyo Subekti, Iriana Bakti ......................................................................................... 28 KOMUNIKASI LINGKUNGAN LEWAT CERITA RAKYAT DI YOUTUBE ........... 37 Rachmaniar, Renata Anisa ......................................................................................... 37 MEMAHAMI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT MANGGARAI NTT DALAM MELINDUNGI LINGKUNGAN .................................................................................. 44 Felisianus Efrem Jelahut, Uud Wahyudin, Atwar Bajari ............................................. 44 KOMUNIKASI LINGKUNGAN MELALUI TRADISI BABAKTI MENYELAMATKAN MATA AIR IRUNG IRUNG DI DESA CIHIDEUNG KECAMATAN PARONGPONG KABUPATEN BANDUNG ..................................... 52 Iriana Bakti, Aat Ruchiat Nugraha ............................................................................. 52 “李子柒 LIZIQI CHANNEL MENGANGKAT KEARIFAN LOKAL MELALUI MEDIA SOSIAL ........................................................................................................... 60 Eni Maryani ............................................................................................................... 60 PAMALI, KEARIFAN LOKAL UNTUK MENJAGA KELESTARIAN ALAM .......... 70 Rinda Aunillah Sirait, Dian Wardiana Sjuchro ........................................................... 70 KERANJANGSEGAR PASAR TRADISIONAL ONLINE RAMAH LINGKUNGAN ............................................................................................................ 79 Cut Meutia Karolina, & Eni Maryani ......................................................................... 79 PELAKSANAAN PROGRAM SATAPOK SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAGI MASYARAKAT DI KECAMATAN BANJARAN..... 87 Yustikasari,Iriana Bakti,Feliza Zubair ........................................................................ 87 KEARIFAN LOKAL DALAM PROMOSI KESEHATAN RESPON KHALAYAK SASARAN TERHADAP VIDEO “Apadeng e Kakos!”................................................. 95 Ima Hidayati Utami, Susanne Dida, Purwanti Hadisiwi, Bambang Dwi Prasetyo ....... 95 3 UPAYA KAMPANYE SANITASI YANG BERBASISKAN KEARIFAN LOKAL ... 107 Aat Ruchiat Nugraha, Iriana Bakti ........................................................................... 107 PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENANGANAN DEGRADASI LINGKUNGAN .......................................................................................................... 115 Iwan Koswara .......................................................................................................... 115 PERAN KEARIFAN LOKAL DALAM STRATEGI KOMUNIKASI LINGKUNGAN.................................................................................................................................... 122 Yuliani Dewi Risanti, Putri Trulline ......................................................................... 122 KEMENKES RI DALAM MENGANGKAT KEARIFAN LOKAL DAN KOMUNIKASI LINGKUNGAN INDONESIA .......................................................... 129 Ditha Prasanti, Kismiyati El Karimah ...................................................................... 129 KEARIFAN LOKAL “Se Aman Jii” PADA SUKU ASMAT SEBAGAI CARA MENJAGA LINGKUNGAN HIDUP .......................................................................... 138 Rafael Miku Beding, Uud Wahyudin, Agus Setiaman .............................................. 138 KEARIFAN LOKAL DALAM PENDIDIKAN MITIGASI BENCANA ..................... 143 Priyo Subekti, Suwandi Sumartias ........................................................................... 143 44 MEMAHAMI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT MANGGARAI NTT DALAM MELINDUNGI LINGKUNGAN Felisianus Efrem Jelahut, Uud Wahyudin, Atwar Bajari Universitas Padjadjaran uudwahyudin PENDAHULUAN Filsafat dan lingkungan hidup adalah dua hal yang berhubungan. Hubungan yang tercipta antara keduanya adalah hubungan substansial dan kausalitas. Substansial berarti berakar pada sumbu yang sama sedangkan kausalitas berarti saling terikat dalam hubungan sebab akibat. Substansial yang secara etimologis berasal dari kata Substare berdiri di bawah’ menguak paradigma dari kedua hal ini. Filsafat berakar dari refleksi manusia tentang alam. Sedangkan lingkungan hidup adalah wadah’ yang lebih luas yang berperan sebagai Primum Objectum Objek Pertama’ dari refleksi manusia. Maka bisa dikatakan bahwa substansi dari filsafat dan lingkungan hidup adalah Manusia. Manusia adalah makhluk berpikir Res Cogitans’ dan manusia adalah pusat dari lingkungan hidup. Kausalitas yang berarti sebab-akibat pun mewarnai paradigma dari filsafat dan lingkungan hidup. Lingkungan hidup menciptakan pertanyaan-pertanyaan bagi manusia untuk dicari kebenarannya melalui rasio/akal budi. Di sini terlihat jelas bahwa lingkungan hidup yang mewakili alam menjadi sebab dan filsafat menjadi akibat adanya lingkungan hidup tersebut. Dapat juga dibalikkan paradigma ini menjadi filsafat sebagai sebab manusia untuk terus bertanya dan mencari tentang alam semesta dan lingkungan hidup yang penuh misteri ini. Untuk memperjelas tesis di atas tentang adanya hubungan substansial dan kausalitas, maka akan dijelaskan menurut perkembangan filsafat yang benar dimulai dari refleksi terhadap alam semesta lingkungan hidup. Jauh setelah kelahiran filsafat yang bersumber pada alam semesta dan pernyataan tentang adanya hubungan substansial dan kausalitas keduanya, filsafat sampai pada refleksi tentang kebudayaan. Kebudayaan dan filsafat memang timbul dari sebab yang masing-masing berbeda, namun keduanya memiliki kesamaan subject yakni manusia. Ranah esensi manusia adalah rasio berpikirnya sedangkan ranah eksistensi manusia ada dalam kebudayaan. Seorang filsuf yang memiliki rasio yang baik dan murni seperti Thales, hidup dalam kebudayaan tertentu yakni Yunani. Kebudayaan Yunani melatarbelakangi kehidupan dan gaya berpikirnya. Manusia dan kebudayaan juga tak dapat dipisahkan. Dari paradigma pemikiran filsafat, kebudayaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan kecakapan-kecakapan adat, akhlak, kesenian, dan ilmu yang dimiliki manusia sebagai subjek masyarakat, warisan sosial atau tradisi, pembinaan nilai dan realisasi cita-cita dan juga merupakan tata hidup Way Of Life’ dari manusia Bakker SJ, 1984. Dari definisi ini, kebudayaan jelas berakar pada manusia dan kehidupannya. Kehidupan dan manusia tak dapat dipisahkan. Manusia berfilsafat, kefilsafatan manusia pasti berakar pada kebudayaan tempat ia dilahirkan dan hidup. 45 Indonesia adalah Negara yang terdiri dari beberapa kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia sudah terkenal sampai ke seluruh dunia. Salah satu kebudayaan yang ada dalam negara Indonesia adalah kebudayaan Flores-Nusa Tenggara Timur. Kebudayaan flores sendiri terdiri lagi dari beberapa sub-kebudayaan yang ada didalamnya. Sub kebudayaan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sub kebudayaan Manggarai. Seperti kebudayaan-kebudayaan lain yang tersebar di seluruh dunia, kebudayaan Manggarai memiliki kearifan lokal berupa ajaran tentang penghargaan terhadap alam lingkungan tempat mereka hidup beserta ajaran-ajaran yang khas tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup sebagai tempat tinggal. Kearifan lokal berupa ajaran-ajaran ini kemudian mendasari kehidupan orang Manggarai dari aspek perlindungan lingkungan hidup. PEMBAHASAN Secara historis, alam dan filsafat adalah sebuah kesatuan yang memiliki hubungan timbal balik dari segi causalitas sebab-akibat. Filsafat pada awalnya muncul di Yunani dengan menjawab pertanyaan awal tentang hakikat dari alam semesta ini. Awalnya orang-orang Yunani, sebagai mana halnya masyarakat adat di seluruh dunia ini berusaha memahami alam semesta dengan berbagai penjelasan yang dikenal sebagai mitos atau cerita dongeng. Lama kelamaan mitos-mitos ini tidak memuaskan lagi dan dianggap tidak masuk akal. Ada banyak sekali hal-hal yang mengagumkan dan mengherankan tentang alam semesta ini, yang tidak bisa lagi dijelaskan dengan mitos. Karena itu muncullah berbagai upaya untuk menjelaskan dan memahami alam semesta secara baru yang kemudian dikenal sebagai filsafat Yasser, 2014 Xenophanes, Anaximenes, Anaximandros, Heracleitos, Socrates, Plato dan Aristoteles adalah beberapa filsuf besar di abad ke-6 sampai ke-4 SM yang berusaha menjelaskan secara baru alam semesta. Dengan itu pula lahirlah filsafat untuk pertama kali sebagai cara baru untuk menjelaskan dan memahami alam semesta ini. Karena pertanyaan dan pergumulan para filsuf pertama ini berkaitan dengan alam, mereka disebut sebagai filsuf-filsuf alam Wibowo, 2016. Pergumulan para filsuf ini melahirkan sebuah paradigma baru yang membagi alam menjadi dua bagian besar yakni macrocosmos Jagat besar dan microcosmos Jagat Kecil. Jagat besar mewakili sejumlah tatanan jagat raya yang dari segi ukuran dan keluasan, lebih besar dan ruang lingkupnya mengelilingi manusia. Sedangkan jagat kecil bisa dikatakan sebagai perwujudan dari manusia itu sendiri secara individu. Dalam penjabaran masa kini tentang pembagian dua elemen alam semesta ini, diketahui bahwa keduanya memiliki hubungan yang kuat dan saling berkaitan satu sama lain. Lingkungan hidup manusia memberikan segala kebutuhan bagi manusia untuk dapat terus bertahan hidup. Sedangkan manusia sendiri dituntut untuk selalu melestarikan, merawat dan memelihara alam semesta agar menjadi “rumah” yang nyaman bagi kehidupannya sendiri. Sampai saat ini, arus globalisasi membuat manusia kehilangan kesadaran utamanya sebagai pemilik dari lingkungan tempat tinggalnya. Kehendak bebas manusia membuatnya 46 lupa bahwa lingkungan adalah rumah yang harus ia rawat agar kehidupannya dapat terus berlangsung. Manusia kini justru menjadi aktor utama kerusakan lingkungan tempatnya hidup. Sampah berserakan dimana-mana, hutan yang menjadi “paru-paru” kehidupan manusia digundulkan; akibatnya daya peresapan air hujan oleh tanah menjadi terganggu dan terjadilah banjir. Manusia menjadi tidak bertanggung jawab lagi atas tempat tinggalnya yakni lingkungan itu sendiri. Interaksi manusia dan alam justru terganggu dengan ulah manusia sebagai Causa Primum sebab pertama dari kerusakan lingkungan hidup. Dari sinilah hakikat manusia sebagai bagian dari alam semesta mulai dipertanyakan. Faktor-faktor kebudayaan membentangkan interaksi dan interplay manusia dan alam yang begitu kompleks dan rumit. Alam sekitar mendorong manusia untuk memperkembangkan daya budinya dengan akibat, bahwa dia sendiri menciptakan alam sekitarnya. Habitat dijadikan ekosistem dan biome dijadikan masyarakat. Untuk menguraikan nisbah serba ganda yang tampak dalam proses kebudayaan itu, para ahli seringkali mengudik ke sumber kebudayaan yang dimana dia sendiri masih berdiri pada taraf sederhana. Tetapi bagaimanapun juga metodenya, soal faktor-sektor kebudayaan menerangkan sedikit masalah tentang lahirnya kebudayaan. Masalah itu dirumuskan sebagai berikut Mengapa manusia, setelah sudah menghuni bumi paling kurang tahun lamanya, baru saja menciptakan kehidupan kira-kira 5000 tahun yang baru lalu ini? Teng, 2017 Dan juga sebagaimana menerangkan bahwa revolusi kebudayaan neolitis pertama ini, dengan segala implikasinya baru diatasi beberapa abad lalu, dan diganti oleh akselerasi kebudayaan terus-menerus dan bersifat ganda? Karena identitas dan budi cipta manusia dalam seluruh zaman itu agaknya sama, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini diharapkan dari usaha meneropong faktor-faktor kebudayaan. Masalah terjadi dan berlangsungnya kebudayaan diteliti, karena mengandung arti bagi masa depan kebudayaan juga. Dari segala sudut, para ahli meneliti masalah itu juga. Kerapkali mereka mengeluarkan pernyataan-pernyataan mutlak yang tak tahan uji dari akal kritis. Kerapkali juga mereka berhasrat menerangkan segala-galanya dari satu sudut, segi atau sebab Monocausal, yang bertentangan dengan dalil-dalil filsafat sehat. Bila hasil dari penyelidikan mereka direlativasikan dan digabungkan dengan hasil-hasil penyelidikan lain, lalu dilengkapi dengan mengisi kekurangan-kekurangan , karya mereka menyumbangkan bagi pengertian kebudayaan. Manusia dan alam adalah elemen yang terus berinteraksi dalam kebudayaan. Kebudayaan menjadi wadah dan landasan utama bagi manusia dan alam yang berinteraksi. Kebudayaan juga menjadi kunci utama bagaimana bentuk relasi ini nyata dan terwujud dalam berbagai perspektifnya. Tanpa kebudayaan, interaksi manusia dan alam menjadi samar dan kekurangan landasan. Oleh karena itu, untuk memahami lebih jelas tentang interaksi ini, kebudayaan menjadi unsur yang tepat bagaimana permasalahan manusia dan alam yang terjadi menjadi kompleks dan rumit seiring perkembangan zaman ini. Suatu pendasaran filosofi masyarakat Manggarai Nusa Tenggara Timur adalah kepercayaan kepada ruh-ruh nenek moyang. Dalam bahasa Manggarai, ruh-ruh nenek 47 moyang itu disebut Empo atau Andung. Lain istilah ialah Poti berarti ruh-ruh orang yang meninggal pada umumnya. Ruh-ruh itu dianggap menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia, ialah dalam tiang rumah, dalam sebuah perigi, di simpangan jalan, dalam sebuah pohon besar di halaman rumah dan lain sebagainyaKoentjaraningrat, 2007 . Kecuali ruh-ruh nenek moyang dan ruh-ruh orang yang telah meninggal pada umumnya, orang Manggarai juga percaya kepada makhluk-makhluk halus yang menjaga rumah dan halaman, yang menjaga desa Naga Golo’, yang menjaga tanah pertanian Naga tana’dan sebagainya. Ruh-ruh halus ini disebut ata pelesina makhluk-makhluk yang berada didunia lain. Kecuali itu, ada juga kepercayaan kepada makhluk-makhluk halus yang menguasai hutan,sungai,sumber-sumber mata air dan sebagainya; yang semua itu disebut dengan ata darat. Banyak dari ata palesina atau darat tersebut dihubungi dalam upacara-upacara kesuburan atau upacara-upacara pertanian. Semua ruh dan makhluk halus tadi, bisa bersifat baik atau jahat dan menjadi sebab dari penyakit, bencana dan kematian, kalau tidak diperhatikan pada saat-saat dan cara-cara yang telah ditentukan oleh adat. Adapun ruh-ruh yang memang jahat sifatnya adalah Jin atau setan Koentjaraningrat, 2007. Dalam kaitan dengan lingkungan hidup , falsafah masyarakat Manggarai- Nusa Tenggara Timur memiliki perhatian kepada lingkungan hidup lebih kepada aspek etika. Etika adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari baik dan buruknya tindakan manusia. Dalam kaitan dengan lingkungan, manusia memiliki pandangan bahwa dirinya merupakan bagian dari alam. Dalam diri masyarakat Manggarai-NTT, tertanam lima pilar utama yang diyakini sebagai penopang kehidupan mereka. Lima pilar utama ini antara lain Alam adalah Wae Bate Teku Mata Air Sumber Hidup yang memiliki empat elemen penting didalamnya yakni Mbaru Bate kaeng Rumah, Natas Bate Labar Halaman, Compang Bate Mesbah Persembahan, dan Uma Bate Duat Kebun. Mata air sumber kehidupan ini diyakini bersumber dari Puar Hutan dan Satar Padang yang kemudian menjadi tugas Masyarakat manggarai untuk menjaga dua sumber mata air ini. Tugas ini terungkap dalam syair yang sering dibawakan dalam lagu upacara adat “Neka poka puar rantang mora usang, neka tapar sata rantang mata kaka puar, kudut kembus kid wae teku, mboas kid wae woang” Arti “Janganlah membakar hutan agar jangan sampai hujan hilang Jangan membakar padang agar jangan mati binatang hutan Supaya air minum tetap membual dari sumbernya Dan air kehidupan tetap tersedia dengan melimpah”.Barat, 2009 Hutan bagi masyarakat Manggarai dianggap sebagai Ende Ibu dan Ema Bapak dari kehidupan. Kampung tempat manusia Manggarai hidup dan beraktifitas memiliki hubungan erat dan tak terpisahkan dengan hutan. Hutan merupakan sumber makanan dan 48 minuman yang takkan pernah habis. Sedangkan manusia Manggarai dan kampung mereka merupakan hasil Perkawinan Kosmos. Nenek moyang masyarakat manggarai percaya bahwa roh leluhur yang menurunkan manusia yang tinggal di kampung dan hutan sebenarnya berasal dari Poco Gunung. Karena itu, hutan dan gunungnya dipandang sebagai Ibu dan Bapa Kosmos yang memberi dan menghasilkan kehidupan terutama air. Karena itu, hutan dipandang sebagai Ata Rona Pemberi Wanita sekaligus pemberi kehidupan.Barat, 2009 Dalam ritus mendirikan Rumah Gendang Rumah Baru, ada bagian acara yang disebut Siri Bongkok Mengambil Tiang Utama di hutan untuk dijadikan Siri Bongkok Tiang Utama dari rumah adat. Kegiatan mengambil kayu tiang utama ini untuk dibawa ke kampung disebut RokoMolas Poco Membawa Lari Gadis Gunung. Kayu dipercaya sebagai Beo Perempuan yang di pinang untuk bersama-sama merawat, mengasuh, dan memelihara anak manusia yang berada dikampung. Maka bagi orang manggarai, rumah adalah simbol manusia, bagian kayu utama merupakan simbol perempuan, sedangkan bagian kepala atau Ngando adalah laki-laki.Barat, 2009 Dari falsafah masyarakat Manggarai tentang manusia dan lingkungan tempatnya tinggal ini dapat ditarik sebuah makna terdalam bahwa manusia dan lingkungannya adalah sebuah ikatan yang tak dapat dipisahkan, memiliki hubungan timbal balik dan tentunya saling berinteraksi dalam menciptakan sebuah kehidupan. Tanpa manusia, alam hanya Objek yang tak terjamah sedangkan tanpa alam, manusia adalah subjek yang tak bekerja Nulla-Opus. Menurut Soemarwoto dalam Rusdina, 2015, membahas tentang filsafat lingkungan hidup tidak terlepas dari ekologi itu sendiri. Inti dari Permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya adalah manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya disebut ekologi. Oleh karena itu, permasalahan lingkungan hidup pada hakikatnya adalah permasalahan ekologi. Istilah ekologi pertama kali digunakan oleh Haeckel 1860 yang berprofesi sebagai seorang ahli ilmu hayat. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu Oikos yang berarti Rumah dan Logos yang berarti ilmu. Karena itu secara harfiah, ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. Konsep Deep Ecology dalam pengaturan hukum lingkungan H. Lingkungan, 2015 menghadirkan paradigma pertama yang membahas tentang ekologi. Dalam kajian ini ekologi dipandang lebih kepada kesadaran manusia sebagai bagian dari lingkungan itu sendiri. Ekologi yang berarti hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya akan menjadi objek yang mati apabila tidak didasarkan pada peran aktif manusia dalam bentuk perwujudan kesadarannya. Ekologi memiliki hubungan dengan etika. Menurut Sudriyanto dalam Santosa, 1993, Pandangan kosmologis menghadirkan paradigma baru tentang tingkah laku manusia sebagai peletak dasar dari hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Berbicara mengenai Ekologi tak akan pernah akan menemukan inti persoalannya apabila tidak berlandaskan etika manusia dalam mengelolah lingkungannya. Etika adalah ajaran tentang 49 baik dan buruknya perilaku manusia, hal ini akan tergambar jelas dari kenyataan ekologis yang ditawarkan manusia dalam relasinya tersebut. Pada kajian filosofis terhadap pemikiran Human Ecology dalam pengelolaan sumberdaya alam, ekology memiliki relasi dengan manusia dalam pengeloaan sumberdaya alam J. M. D. A. N. Lingkungan, 2013. Sifat Antro-Ekologis-Falsafati atau Human Ecology, adalah unsur yang harus ada dalam diri manusia dalam kesadarannya akan tanggung jawab pengelolaan lingkungan. Hal ini menegaskan kaitan antara Ekologi dan manusia yang dimana manusia sebagai subyek harus sadar akan tanggungjawab utamanya dalam ekologi itu sendiri sebagai subjek. Menurut Eckersley dalam jurnal Sampah & Muthmainnah, 2016, masih dalam tataran pembahasan tentang ekologi, model Ecological Modernization menghadirkan pola End Of Pipe yang berarti mengelolah limbah dari hasil pengelolahan sampah. Pola ini adalah tindaklanjut dari terobosan ekologi di zaman modern yang bersifat langsung menangani masalah sampah yang merupakan salah satu penyebab rusaknya lingkungan hidup manusia. Filosofi kebudayaan juga memberikan sumbangsih dasar tentang lahirnya kebudayaan dalam diri setiap manusia yang juga berfilsafat. Filsafat kebudayaan sendiri memberikan sebuah paradigma berpikir bahwa, manusia yang berfilsafat tentu saja berbudaya, filsafat lahir dari manusia yang berbudaya, dan kebudayaan menjadi sorotan penting dalam salah satu kajian manusia yang berfilsafat. Filsafat kebudayaan juga menghadirkan refleksi tentang kebudayaan yang ada di dunia ini, salah satunya adalah kebudayaan Manggarai- Nusa Tenggara Timur. Masyarakat Manggarai memiliki filosofi kebudayaan yang sangat dekat dengan keharusan manusia untuk merawat lingkungan tempatnya tinggal. Mereka percaya bahwa dalam setiap unsur yang ada di alam/lingkungan, berdiam ruh-ruh nenek moyang yang memberi mereka hidup. Dari mata air dan hutan yang bagi mereka memiliki “penjaga’ nya, membantu kelangsungan hidup masyarakat manggarai sendiri. Mereka percaya bahwa kehadiran wujud tertinggi” mereka beserta arwah-arwah nenek moyang, turut menjaga mereka sejalan dengan cara lingkungan dan alam memberikan makanan dan minuman serta kenyamanan hidup. Tugas masyarakat manggarai adalah melestarikan alam tersebut agar ruh-ruh yang ada didalamnya dapat terus membantu dan bersahabat. Dampak sebaliknya yang timbul apabila masyarakat manggarai sendiri merusak lingkungan tempatanya tinggal, yang notabenenya adalah tempat ruh-ruh nenek moyang mereka tinggal, maka menuirut kepercayaan setempat, akan datang musibah yang merupakan amarah dari ruh-ruh tersebut yang akan berakibat buruk bagi masyarakat sendiri. Hal ini menghadirkan paradigma sendiri bagi kita yang akan mengaitkan filosofi ini dengan lingkungan sekitar kita. Daya dukung lingkungan yang menjadi syarat penting terwujudnya pelestarian lingkungan di Indonesia adalah kewajiban setiap masyarakat yang berbudaya, berfilsafat dan bereksistensi dalam lingkungannya. Akar pemikiran yang bisa mewujudkan kesadaran tentang ekologi dalam perwujudan peningkatan mutu lingkungan di Indonesia dapat diambil dari Filosofi kebudayaan masyarakat manggarai-Nusa Tenggara Timur. Secara 50 garis besar, filosofi masyarakat manggarai ini, mengandung arti bahwa manusia harus menjaga lingkungan tempatnya tinggal. Apabila manusia tidak bertanggungjawab dengan lingkungannya, maka musibah akan datang bagi manusia. Filsafat selalu menghadirkan pertanyaan bahkan dalam setiap jawaban yang ada. Jawaban dari setiap pertanyaan filsafat yang mungkin tidak lagi menimbulkan pertanyaan adalah apabila manusia sudah mewujudkan Res Cogitans Makhluk berpikir nya menjadi Res Factum Makhluk bereksistensi. Kebenaran adalah persesuaian antara pikiran manusia dan realita yang diamatinya, kebenaran bahwa kita manusia telah melestarikan lingkungan dalam mewujudkan daya dukung lingkungan sebagai faktor penting dalam ekologi adalah dengan bertindak dan menghadirkan nuansa bekerja Opus sesuai dengan pola pikir yang diajarkan kebudayaan tempat kita juga bereksistensi. PENUTUP Opustare Ergo Sum, Saya Bekerja, Maka saya Ada. Inilah hal yang perlu dilakukan oleh kita selaku masyarakat yang berbudaya dan berfilsafat. Bekerja menjadi eksistensi kita saat ini. Kita adalah pekerjaan itu sendiri, dimana kita tidak lagi memandang sebuah pekerjaan sebagai sesuatu yang ada diluar diri kita sehingga tidak kita wujudkan. Kita dan pekerjaan adalah keakraban substansial dan kausalitas. Pekerjaan dalam paradigma ini adalah merawat alam tempat kita tinggal khususnya melestarikan lingkungan yang ada pada Negara kita. Perwujudan dari upaya pelestarian lingkungan hidup di Indonesia adalah pertama, pemaknaan terhadap Filsafat yang menjadi bertolak dari refleksi tentang alam semesta atau lingkungan oleh para filsuf alam. Kedua, pemahaman terhadap interaksi antara entitas kebudayaan dan manusia yang menghadirkan paradigma berbudaya sebagai latar belakang setiap tindakan manusia dalam kaitannya dengan lingkungan tempat dia hidup dan berkembang. Ketiga, mengenal kebudayaan Manggarai sebagai salah satu sumber filosofi tentang interaksi manusia dengan alam sekitarnya yang juga berujung pada keharusan manusia untuk merawat lingkungan sebagai pemberi kehidupan. Keempat, mengupayakan kerjasama kebudayaan dalam menciptakan daya dukung lingkungan bagi Kebaikan global’ sebagai upaya terakhir perawatan lingkungan sebagai perwujudan komunikasi lingkungan. Keenam, menyadari bahwa landasan filosofi kebudayaan seperti Manggarai-Nusa Tenggara Timur hadir untuk mewakili kebudayaan-kebudayaan lain yang ada di Indonesia, memiliki upayanya sendiri dalam perwujudan pelestarian ekologi . Dengan melaksanakan kiat-kiat ini, pelestarian lingkungan dapat menjadi hal yang nyata dan terbukti. 51 DAFTAR PUSTAKA Barat, F. 2009. Ekologi dan Budaya. Bakker SJ. 1984. Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar. Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar. Koentjaraningrat. 2007. “Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia.” In Djambatan. Lingkungan, H. 2015. Jurnal Penelitian Hukum Supremasi Hukum, ISSN 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015. 242. Lingkungan, J. M. D. A. N. 2013. Kajian filosofis terhadap pemikiran human- ekologi dalam pemanfaatan sumberdaya alam Philosophical Studies of Human Ecology Thinking on Natual Resource Use. Jurnal Manusia Dan Lingkungan, 201, 57–67. Rusdina, A. 2015. Membumikan etika lingkungan bagi upaya membudayakan pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab. Jurnal Istek, 92, 244–263. Sampah, P. P., & Muthmainnah, O. L. 2016. Tinjauan Filosofis Problema Pengelolaan Sampah. Jurnal Filsafat, 181, 39–50. Santosa, H. 1993. Refleksi atas etika lingkungan johan galtung. 132–140. Teng, H. 2017. Filsafat kebudayaan dan sastra dalam perspektif sejarah. Jurnal Administrasi Dan Kebijakan Kesehatan Indonesia. Wibowo, A. S. 2016. Pengantar Sejarah Filsafat Yunani Platon. Makalah. Yasser, M. 2014. Etika Lingkungan dalam Perspektif Teori Kesatuan Wujud Teosofi Transenden. Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Yasserdiv> Abstract The study of environmental ethics based on the theory of oneness of being of Transcendent Theosophy has frontally criticizes modern scientific paradigm which is anthropocentric in character. This particular perspective believes that only man who posses value in itself intrinsic value, while other being posses only instrumental value in relation to man interests. On the other hand, it also criticizes the ecocentric perspective which considers nature to posses her own value independently from man. The principle of oneness of being wahdat al-wujūd is the main ontological argumentation used by muslim philosophers, including Mulla Sadra as the founder of Transcendent Theosophy, in answering all cosmological questions and concerns throughout the ages. The Transcendent Theosophy itself is a relatively new perspective in the tradition of Islamic philosophy, which is based on a creative synthesis and harmonization of nearly all the earlier schools. Keywords oneness of being, transcendent theosophy, anthropocentrism, ecocentrism, theocentrism, ontocentrism Abstrak Etika lingkungan berdasarkan pada kesatuan wujud Teosofi Transenden merupakan kritik terhadap paradigma modern yang bercorak antroposentris. Perspektif ini memiliki keyakinan bahwa hanya manusia yang memiliki nilai di dalam dirinya nilai intrinsik sedang nilai yang terdapat pada alam semata instrumental dalam kaitannya dengan kepentingan manusia. Di sisi lain ia juga mengkritik pandangan ekosentrisme yang memandang alam memiliki nilainya sendiri terlepas dari kepentingan manusia. Prinsip kesatuan wujud oneness of being, waḥdat al-wujūd merupakan argumentasi ontologis para filsuf Muslim, termasuk di dalamnya Mulla Sadra sebagai pendiri aliran Teosofi Transenden. Teosofi Transenden sendiri merupakan perspektif yang relatif baru dalam tradisi filsafat Islam yang mendasarkan dirinya pada sintesis-kreatif dan harmonisasi semua aliran filsafat. Kata-kata Kunci kesatuan wujud, teosofi transenden, antroposentrisme, ekosentrisme, teosentrisme, ontosentrisme . Wilayahsentra penghasil Kopi Flores sendiri menyebar di tiga kabupaten yaitu Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat. Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) menyebutkan data pada 2019 menunjukkan luas lahan kopi di Kabupaten Manggarai Timur mencapai 12.716 hektare dengan total produksi hingga 2.571 ton.
Kali ini kami akan memposting satu cerita rakyat NTT yang berjudul Tampe Ruma Sani. Dongeng Nusa Tenggara Timur tepatnya Flores ini mengajarkan kita banyak sekali nilai kebaikan. Ingin tahu cerita lengkapnya? Yuk kita ikuti bersama. AIkisah pada zaman dulu ada seorang anak perempuan yang suka menguncir rambutnya yang panjang bernama Tampe Ruma Sani. Namanya memang agak sulit, tetapi artinya begitu bermakna untuk masa depannya. Tampe Ruma Sani sudah setahun ditinggal mati oleh ibunya. Kini dia hidup bernama ayah dan adik lelakinya. Karena ayahnya bekerja sebagai nelayan dan adiknya masih sangat kecil, maka hampir semua pekerjaan rumah dilakukan oleh Tampe Ruma Sani. Setiap hari ia bertugas memasak, membersihkan rumah serta ikut menjual hasil tangkapan ayahnya. Meskipun demikian, gadis kecil itu tak pernah mengeluh. Suatu hari, Tampe Ruma Sani bertugas menjual ikan hasil tangkapan ayahnya kemarin. Ia menjualnya ke pasar pagi-pagi, dan sebelum sore hari keranjang ikannya sudah kosong. Semua ikannya habis terjual. Tampe Ruma Sani segera pulang. Di tengah perjalanan, ia disapa oleh seorang perempuan. “Anak manis, bagaimana ikan yang engkau jual sudah habis padahal hari belum lagi sore.” tanya seorang perempuan tersebut. “Saya menjual ikan-ikan itu dengan harga murah agar lekas habis, sebab saya harus mengurus adik lelaki saya yang masih kecil, juga memasak untuk makan kami bertiga,” jawab Tampe Ruma Sani. “Oh! ternyata engkau punya adik kecil juga, siapakah namanya?” ”Adik lelakiku bernama Laga Ligo.” Perempuan itu terus menanyakan beberapa pertanyaan, seolah ingin sekali tahu banyak mengenai keluarga Tampe Ruma Sani. Gadis manis yang lugu itu pun tak punya prasanqka buruk, ia menjawab setiap pertanyaan dengan ceria. Perempuan itu ternyata bermaksud untuk menikahi ayah Tampe Ruma Sani. Sejak perkenalannya dengan gadis itu, ia datang beberapa kali ke rumahnya. Perempuan itu mencoba mengambil hati ayah Tampe Ruma Sani. Ia ikut membantu mengerjakan pekerjaan rumah dan mengasuh Tampe Ruma Sani dan Laga Ligo. Lama kelamaan, hati ayah Tampe Ruma Sani pun Iuluh dan ia menikahi perempuan itu agar kedua anaknya ada yang mengurus. Kini, perempuan itu menjadi ibu tiri Tampe Ruma Sani. Tampe Ruma Sani pun senang karena tugasnya menjadi ringan. Ia tak perlu lagi mengerjakan pekerjaan rumah, semua sudah dilakukan ibu tirinya. Ia dapat menjual ikan dengan tenang, tanpa harus terburu-buru pulang. Namun hal itu tidak berarti Tampe Ruma Sani berpangku tangan. Ia tetap membantu ibu tirinya di rumah. Sang ibu tiri kerap meminta Tampe Ruma Sani untuk menumbuk padi. Ia berpesan agar beras yang masih utuh harus dipisahkan dengan beras kecil yang sudah hancur. Tampe Ruma Sani tak paham mengapa beras-beras itu harus dipisahkan, tapi ia menuruti kehendak ibu tirinya. Beberapa bulan setelah ibu tiri tinggal di rumah, ia mulai berubah. Awalnya perempuan itu bersikap baik pada kedua anak tirinya, namun sekarang ia mulai suka memarahi mereka, dan kadang-kadang juga memukul jika kedua anak itu dianggapnya tidak menuruti kehendaknya. Sikap buruknya ini dilakukan jika sang ayah pergi melaut. Jika sang ayah pulang, ibu tiri menyiapkan makanan yang sangat lezat-lezat, namun jika suaminya pergi melaut, kedua anak itu hanya diberikan nasi yang dimasak dan beras hancur. Tentu saga Tampe Ruma Sani dan adiknya merasa sangat sedih Mereka pun mengadukan perilaku ibu tiri kepada ayah mereka. Sayangnya, sang ibu tiri ini pintar benar berkilah. Ia berhasil meyakinkan suaminya bahwa ia tidak bersalah dan kedua anak itu mengada-ada. Ia juga berhasil memengaruhi suaminya agar lebih memercayainya. Dan keesokkan harinya ketika sang suami pergi lagi melaut, Tampe Ruma Sani pun dihajarnya habis-habisan sampai babak belur oleh ibu tirinya atas tindakkannya yang telah mengadu kepada ayahnya. “Berani-beraninya kalian melapor pada ayahmu!” bentaknya. “lngat! Sekali lagi kalian mengadu, aku tidak segan-segan membunuh kalian berdua!” Suara keras sang ibu membuat kedua anak itu merasa ketakutan. Dari hari ke hari, Tempa Ruma Sani dan adiknya menjalani kehidupan dengan penuh penderitan, namun mereka menghadapinya dengan penuh kesabaran. Tahun demi tahun berlalu, kedua anak itu sekarang sudah remaja. Mereka pun sepakat untuk hidup mandiri terbebas dari cengkraman ibu tiri. Mereka mengutarakan maksud tersebut kepada sang ayah dan meminta izin untuk merantau. “Sekarang kami berdua sudah cukup dewasa, Ayah! izinkanlah saya dan kakak untuk merantau dan mengejar cita-cita serta pengalaman hidup diluar sana,” pinta Laga Ligo mewakili kakak perempuannya. Awalnya sang ayah merasa sangat keberatan, namun akhirnya ia memberikan izin juga karena melihat tekad kedua anaknya sangat besar. Ibu tiri pun merasa senang sebab itu berarti ia tak perlu lagi capek-capek mengurus kedua anak itu. Pagi-pagi buta, Tempa Ruma Sani dan Laga Ligo meninggalkan desa neIayan tempat kelahiran mereka berdua dan mulai merantau. Mereka terus berjalan tidak tentu arah dan tujuan, melalui hutan dan sungai yang belum pernah mereka ketahui. Setelah beberapa hari berjalan, perbekalan mereka pun mulai menipis. Kedua remaja itu mulai kelelahan. Beruntung mereka menemukan sebuah rumah di tengah hutan. Dengan penuh harapan untuk mendapat sedikit makanan dari pemilik rumah, mereka pun mengetuk pintunya. Tak ada jawaban. Cerita Rakyat NTT Dongeng Nusa Tenggara Timur “Mungkinkah sang pemilik rumah sedang berpergian?” Tempa Ruma Sani bertanya-tanya. Dengan rasa penasaran lalu mereka pun mengetuk kembali pintunya, tetap tidak ada sahutan. Akhirnya mereka memberanikan diri untuk membuka pintu yang tidak terkunci, Mereka pun masuk ke dalam rumah, dan menemukan bahwa rumah itu kosong. Namun anehnya, di meja tersedia makanan lezat yang sepertinya baru saja dimasak. Masih hangat dan mengepul. Terbit air liur keduanya ketika melihat makanan tersebut, namun meski sangat kelaparan, mereka tak hendak menyentuhnya tanpa izin sang pemilik rumah. “Sebaiknya kita menunggu saja di dalam rumah, menanti sang tuan rumah kembali,” sang kakak berkata kepada adiknya. Mereka pun menanti pemilik rumah, dan tertidur pulas karena kelelahan dan lapar. Ketika mereka terbangun, hari ternyata telah berganti pagi, namun pemilik rumah belum juga muncul. Keanehan terjadi Iagi karena di meja makan telah tersaji makanan yang baru dimasak. “Siapa yang memasak makanan ini? Mengapa kita tidak mengetahuinya?” “Entahlah, Kak.” Jawab adiknya. “Yang pasti aku sangat lapar. Bolehkah kita memakannya sedikit?” “Ya, kukira tidak apa-apa. Nanti kalau ketahuan, kita akan menjelaskan pada pemiliki rumah. Lagipula sayang sekali jika makanan tersebut tidak dimakan.” Kakak beradik tersebut lantas memakan sajian tersebut sampai habis tidak tersisa. Setelah rnakan, Tempa Ruma Sani membersihkan piring dan peralatan makan. Tiga hari sudah mereka tinggal menempati rumah di tengah hutan tersebut, namun mereka belum berjumpa dengan pemilik rumah. Dan setiap mereka bangun pagi, makanan hangat yang lezat-lezat selalu sudah tersedia di meja makan. Keduanya sangat heran, namun menikmati saja makanan yang tersedia dengan mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga. Pada hari keempat sang kakak berkata kepada adiknya “Adikku, bagaimana jika makanan yang biasa tersaji tidak tersaji lagi pada hari-hari berikutnya? Apakah yang akan kita makan?” Laga Ligo juga kebingungan, namun segera teringat seusatu. Beberapa waktu yang lalu ia melihat di sudut dapur ada tiga buah karung besar yang berisi cengkih, pala serta merica. “Bagaimana kalau kita menjual rempah-rempah yang tersedia banyak dalam karung besar itu ke pasar, Kak?” “Baiklah kalau begitu berangkatlah ke pasar, kakak tunggu saja di sini. Siapa tahu pemilik rumah datang.” “Baiklah, tapi sebaiknya kakak hati-hati. Jangan membuka pintu untuk orang lain selama aku pergi.” Sang adik pun segera berangkat membawa satu karung kecil rempah-rampah untuk menjualnya di pasar terdekat. Pada saat yang sama, rombongan raja sedang berburu. Mereka keheranan menemukan rumah di tengah hutan itu. Raja penasaran siapakah yang berani tinggal serta membangun rumah di hutan lebat seperti ini. Dengan segera, ia memerintah pengawalnya untuk mengetuk pintu beberapa kali, namun tidak ada jawaban. Di dalam rumah, Tampe Rama Sani tidak berani membukakan pintu rumah, dia diam saja tidak menjawab ketukan itu. Gadis manis itu justru bersembunyi di bawah meja dengan ketakutan. Karena tidak mendapat jawaban, para pengawal raja memutuskan untuk masuk dan memeriksa keadaan. Awalnya mereka tak menemukan siapapun, dan tak melihat Tampe Rama Sani yang sedang bersembunyi. Akan tetapi, rambut gadis itu terlalu panjang untuk disembunyikan sehingga para pengawal segera menemukannya. Mereka meminta Tampe Rama Sani keluar dari persembunyiannya. Dengan wajah ketakutan, Tampe Rama Sani akhirnya keluar dan menemui sang raja. Ia menceritakan kisahnya dan juga adiknya yang tengah menjual rempah di pasar. Sang raja pun iba, dan akhirnya mengajak Tampe Rama Sani dan Laga Ligo untuk menjadi anak angkatnya. Mereka berdua pun hidup bahagia di istana. Pesan Moral dari Cerita Rakyat NTT Tampe Ruma Sani adalah kesabaran dan kepasrahan yang tulus akan membuat kebahagian segera datang menjemputmu. Baca juga dongeng NTT terbaik kami lainnya pada artikel berikut ini Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur Bete Dou dan Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur Suri Ikun
Ditengah hantaman pandemi Covid-19 pada tahun 2020, relawan KKI Kabupaten Manggarai Timur mendapatkan donasi sembilan bahan pokok (sembako) dari PDI Perjuangan Manggarai Timur. Bantuan itu diserahkan oleh Ketua DPC PDI Perjuangan Manggarai Timur, Marselis Sarimin, bersama para pengurus partai. Relawan KKI sangat terbuka menerima bantuan tersebut. JAKARTA, KOMPAS — Cerita rakyat dari Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur, dikemas dalam bentuk drama musikal oleh Institut Musik Daya Indonesia. Lagu-lagu daerah khas Nusa Tenggara Timur, seperti ”Ayam Hitam” dan ”Potong Bebek Angsa”, mewarnai pertunjukan di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Minggu 13/7/2014.Legenda Pulau Komodo ini menceritakan seekor komodo yang dekat dengan penduduk sekitar. Usut punya usut, komodo ini ternyata kembaran dari manusia bernama Putri. Keduanya keluar dari rahim ibu yang sama. Pesan cerita ini, semestinya manusia dan hewan hidup berdampingan. Hewan mestinya dilindungi dan tak untuk Institut Musik Daya Indonesia, Kinarya GSP juga mempersembahkan tarian khas Nusa Tenggara Timur, diiringi Doris, tokoh masyarakat Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Cerita rakyat yang dikemas dalam drama, musik, dan tari ini menyuguhkan budaya dan kearifan masyarakat Nusa Tenggara Timur yang memesona.”Tadi itu namanya tari Paci, yang merupakan syukuran atas hasil panen. Pemukulan gong itu bermaksud informasi kepada masyarakat,” ujar menjelaskan penari perempuan yang mengenakan mahkota bali belo dan penari laki-laki dengan topi panggal tanduk sapi. ”Itu menceritakan kegembiraan atas kesuburan padi dan hasil alam di Manggarai, dekat dengan Pulau Komodo. Lalu topi panggal itu simbol untuk melindungi diri dari peperangan,” tutur Doris, ada cerita rakyat di Manggarai yang dipercaya sebagai kisah nyata. Legenda itu mengenai tiga kerajaan pada zaman dahulu yang ketiga rajanya memperebutkan seorang perempuan tercantik di Manggarai. Daripada terjadi pertumpahan darah, perempuan itu merelakan kulitnya menjadi bahan membuat kendang. ”Perempuan itu mengorbankan dirinya daripada jadi rebutan. Kendang itu masih ada sampai sekarang,” Renitasari Adrian, Direktur Program Bakti Budaya Djarum Foundation, kekayaan sastra Indonesia tidak hanya dilihat dari banyaknya buku dan karya sastra yang beredar. Beragam cerita rakyat dan legenda masyarakat juga berandil besar. ”Sayang masih banyak yang belum akrab di telinga masyarakat. Makanya harus terus dipopulerkan,” IMDI, Tjut Nyak Deviana Daudsjah, mengatakan, IMDI dengan beragam pertunjukan yang disuguhkan selama ini berkeinginan untuk mengembalikan pendidikan seni pertunjukan pada jalurnya. IMDI menawarkan pendidikan formal supaya seni pertunjukan bisa go international. Sudah saatnya seni pertunjukan menjadi sebuah kreativitas yang bernilai ekonomi.”Tujuan lain tentunya kami ingin meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap budaya Indonesia. Saya padukan ilmu dari Barat dan Timur. Saya yakin, seni pertunjukan itu produk kebudayaan yang bisa mendapatkan nilai ekonomi,” tutur menyuguhkan paket seni pertunjukan yang komplet, mulai pemain musik, penari, pemain drama, hingga petugas lampu dan manajer panggung. ”Kami mandiri semua. Satu paket. Jadi bisa dibilang kami dari lembaga formal yang sudah siap masuk ke industri seni pertunjukan,” ujar seni pertunjukan saat ini sudah bisa menjadi industri kreatif jika digarap puluhan tahun lalu. IVV Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Kopipertama kali diperkenalkan ke Manggarai, Flores, oleh pemerintah kolonial Belanda dengan sistem tanam paksa pada 1920-an. Sistem itu dengan cepat melahirkan perkebunan kopi terluas se-Manggarai Raya. Letaknya di Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur. Wilayah dataran tinggi yang diselimuti kabut ini terbukti sangat cocok
BORONG, - Panitia Hari Pendidikan Nasional tingkat Kabupaten Manggarai Timur, Propinsi Nusa Tenggara, menggelar lomba tutur cerita rakyat Manggarai Timur dari tingkat sekolah dasar/MI, sekolah Menengah Pertama/ MTs sampai tingkat SMA/MA dan perlombaan dalam rangka Peringatan Hari pendidikan Nasional dimulai dari tingkat gugus, kecamatan, sampai tingkat ini dijelaskan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Manggarai Timur, Selamat Fransiskus kepada Selasa 1/5/2012 di menjelaskan, perlombaan tutur cerita rakyat merupakan yang pertama kali dilakukan demi mempertahankan cerita rakyat yang diwariskan leluhur di wilayah Kabupaten Manggarai lomba tutur cerita rakyat Manggarai Timur, Lanjut Fransiskus, lomba mata pelajaran juga digelar, lomba pidato bahasa inggris, lomba olahraga sepakbola, bola volley, sepaktakraw, permainan catur dan kegiatan perlombaan ini digelar dari tingkat SD-SMA/SMK di enam kecamatan di Kabupaten Manggarai lanjut, Fransiskus menambahkan, peringatan Hardiknas tingkat Kabupaten Manggarai Timur dipadukan dengan Yubilium Gereja Katolik di Keuskupan peringatan Hardiknas, lanjut, Fransiskus, akan dilaksanakan di Lapangan Bolakaki, belakang Terminal Borong, Rabu 2/4/2012 jam Waktu Indonesia Bagian peringatan itu akan digelar atraksi tarian khas Manggarai Timur dari anak-anak Pendidikan Anak Usia Dini PAUD, SD, SMP dan SMK. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
MANGGARAITIMUR, TELISIK.ID - Pada tahun 2021 lalu tiga desa di Kabupaten Manggarai Timur, NTT, menerima bantuan pengembangan infrastruktur amenitas dari Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia. Keindahan Wisata Underground Gua Bidadari Buton Tengah Serta Cerita Rakyat di Dalamnya Wisata Sabtu, 23
BORONG, - Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas sudah menetapkan Desa Mbengan desa wisata di Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur. Penetapan itu disambut gembira oleh Kepala Desa Mbengan, Yohanes Tobi bersama warga masyarakat setempat."Pemerintah Desa Mbengan bersama masyarakat sedang menata dan mempromosikan keunikan-keunikan wisata budaya, alam, tradisi, atraksi budaya, dan cerita-cerita rakyat," kata dia kepada Rabu 19/10/2022. Desa Mbengan punya banyak wisata alam Yohanes melanjutkan bahwa ada banyak tempat wisata alam yang tersebar di kawasan Desa Mbengan. Beberapa di antaranya, Ngapan Keto tebing Keto dengan keunikan pemandangan alam untuk melihat Laut Sawu, Air Terjun Ndalo Werok, Goa Liang Kar, Air Terjun Piripipi, Air Terjun Par Tambang. Baca juga Mengenal Desa Mbengan di NTT yang Ditetapkan sebagai Desa WisataUntuk wisata budaya, ada atraksi Umbiro, Wai Doka, tarian Kelong, permainan tradisional Napa Tikin, Ghena Ajo, Dang Ajo, Paka Maka, dan berbagai ritual adat yang berkaitan dengan pertanian ladang. "Beberapa waktu lalu, turis dari Jerman sudah berwisata di obyek wisata Ngapan Keto," tutur Yohanes. Bahkan beberapa tahun lalu, sambung dia, rombongan turis dari Belgia bersama pemandu dari Manggarai Timur sudah mengunjungi desa ini dan menyaksikan atraksi budaya yang dipentaskan oleh masyarakat setempat. Ritual adat Ghan Woja di Desa Mbengan Sementara itu, Tua adat Suku Mukun di Desa Mbengan, Kornelius Ngamal Ramang 62 menjelaskan, tradisi sakral di Kampung Bungan yang masih dirawat dengan baik adalah tarian Keda Rawa saat dilangsungkan ritual adat Ghan Woja. Keda artinya injak tanah, menghentakkan kaki di tanah dan rawa artinya syair-syair mistis yang dilantunkan tua-tua adat di kampung tersebut. Baca juga Manggarai Timur NTT Punya Banyak Danau, Jadi Tempat Rekreasi Turis
BUKUKUMPULAN CERITA RAKYAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR di Tokopedia ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Cicilan 0% ∙ Kurir Instan. Beli BUKU KUMPULAN CERITA RAKYAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR di Toko Setia aja.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Dahulu kala tidak ada orang lain di tanah komodo, hanya ada orang komodo saja. Mereka tidak tahu bagaimana cara anak mereka dilahirkan. Dahulu waktu isreri mereka mengandung, mereka hanya tahu membelahnya saja untuk mengambil bayinya dan isteri dilepas mati. Kalau pun isteri mati, anaknya pasti hidup. Pada suatu hari dua anak kembar dilahirkan. Satu diantaranya adalah ora komodo dan satunya lagi manusia. Yang manusia dipelihara oleh ibu dari ayahnya nenek atau oma dan manusia ini sungguh-sungguh diperhatikan dan dipelihara dengan baik oleh neneknya. Sementara ora komodo tidak dihiraukan dan tidak dipelihara, maka ora pun pergi ke hutan. Dia ora diberi nama oleh ibunya ibu yang memeliharanya adalah si berjalanya waktu suami dari kedua anak kembar ini mengambil isteri lagi. Dan sang isteri pun mengandung. Ketika saat untuk melahirkan orang bergegas untuk segerah membelah perutnya. Namun pada saat itu datanglah orang sumba. Dia bertanya kepda orang di situ dimanakh suami orang ini?. Ibu dari sang suami menjawab dia pergi kegunung untuk berburu. Lanjut orang sumbaitu kapan kira-kira iya akan kembali?Sahut sang ibu dia tidak akan kembali ke rumah sampai perut isterinya selesai mengetahui alasan sang suami pergi dari rumah. Dia berkata kepada orang di situ buat apah kamu membunuhnya? Mengapa kamu membelah perutnya? Bukankah iya akan mati?. jawab ibu sang suami; tentu pasti ia akan orang sumba lagi tidaklah bole kamu membuat ia ibu itu bertanya adakah nenek mungkin tahu caranya? 1 2 3 4 5 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya

100 Contoh Cerita Legenda Rakyat Nusantara yang diceritakan turun temurun dari nenek moyang kita, memiliki banyak pesan moral dan nilai-nilai budaya. Nusantara. Cerita Rakyat Jawa Timur. Sosial & Budaya. All Art. Art. Art and Crafts Movement: Revolusi Kreatif Abad 19. Sosial & Budaya. Sejarah Pura Tirta Empul.

Sejak diresmikan sebagai Kabupaten Literasi pada senin 03/05/2021, Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur terus berupaya mendorong masyarakat untuk menjadikan literasi sebagai suatu budaya, khususnya di tengah kalangan generasi muda yang saat ini berada di bangku pendidikan. Pentingnya literasi telah disampaikan oleh Kemendikbud 2016 bahwa budaya literasi yang tertanam dalam diri peserta didik mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kemampuan peserta didik untuk memahami informasi secara analitis, kritis dan reflektif. Budaya literasi bukanlah sebuah hal mudah untuk dibangun karena membutuhkan kesadaran dan semangat untuk membawa perubahan serta dijadikan sebuah kebiasaan. Hal ini tentu menjadi landasan pemerintah Kabupaten Manggarai Timur untuk terus berkomitmen memupuk budaya literasi di tengah masyarakat, secara khusus dalam berliterasi budaya, yang secara praktis mendalami pengetahuan setiap insan tentang budaya dan kearifan lokal. Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas, dalam sambutannya pada Grand Final Lomba Tutur bagi siswa-siswi Sekolah Dasar SD dan Madrasah Ibtida’iyah MI tingkat Kabupaten Manggarai Timur tahun 2021 Rabu, 05/05/2021 menyampaikan melalui literasi setiap orang mampu memperkenalkan budaya dan kearifan lokal kepada dunia. Bupati Agas juga menekankan pentingnya generasi muda memahami semua aspek yang terdapat dalam budaya manggarai sehingga akan berdampak pada karakter anak serta melestariakan budaya manggarai di zaman modern. “saya mengapresiasi kegiatan ini, saya melihat tadi, anak-anak dengan bagusnya menceritakan cerita rakyat serta bisa melihat intisari atau makna dari cerita yang dibawakan. Kalian semua adalah pemenang. Kita semua bisa lihat, dengan berliterasi, kita dapat memperkenalkan budaya kita, kepada orang-orang luar. Mereka datang berwisata untuk menyaksikan budaya kita, maka kita diharuskan mampu mengetahui, mampu memahami budaya dan kearifan lokal, untuk dapat diinterpretasikan dengan baik. Saya mengharapkan anak-anak harus tetap semangat dalam membangun budaya literasi ini dan kedepannya, lebih banyak lagi cerita rakyat dan sumber-sumber bacaan berbasis budaya, lebih banyak lagi peserta, dari seluruh kecamatan di Kabupaten Manggarai Timur, demi melestarikan kearifan lokal dan budaya manggarai” jelas Agas Andreas. Langkah membangun sinergitas antara budaya literasi dan literasi budaya mulai digerakkan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan bekerja sama dengan media menyelenggarakan Lomba Tutur bagi siswa-siswi Sekolah Dasar SD dan Madrasah Ibtida’iyah MI tingkat Kabupaten Manggarai Timur tahun 2021. Dengan membawa tema “Membangun generasi muda Indonesia gemar Membaca serta menumbuhkan karakter bangsa melalui kecintaan terhadap budaya lokal”, setiap peserta menuturkan cerita rakyat yang telah dipilih serta menafsirkan makna dari cerita tersebut dengan harapan dapat memupuk kebiasaan membaca. menginterpretasikan makna yang terkandung pada setiap cerita serta menanamkan rasa cinta terhadap budaya dan kearifan lokal. Cerita rakyat merupakan salah satu contoh literasi budaya yang dipercaya mampu membangun karakter generasi muda. Cerita rakyat mengandung nilai etika, moral, spiritual, dan kearifan lokal sesuai dengan kultur yang hidup di tempat cerita rakyat tersebut berasal. Dengan demikian, sinergitas antara budaya literasi dan literasi budaya dipercaya mampu meningkatkan pengetahuan serta pemahami setiap orang tentang budaya lokal , demikian pula dengan membangun karakter setiap orang yang berlandaskan pada budaya dan kearifan lokal. Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Manggarai Timur, Yustinus M. Nanga, mengatakan bahwa lomba bertutur yang diselenggarakan ditingkat kabupaten merupakan penjaringan untuk kegiatan lomba tingkat Propinsi yang akan dilaksanakan di Kupang. “Lomba bertutur ini selain menjaring peserta untuk berlomba di tingkat propinsi juga sebagai bagian dari peran dan bentuk tanggung jawab Pemda dalam meningkatkan minat membaca pada anak-anak sejak usia dini. Kebiasaan membaca akan membawa anak-anak pada kemampuan bercerita atau bertutur dan ini akan menjadi modal untuk masa depan mereka.” Ungkap Yustinus. Dengan demikian, melalui kegiatan ini, diharapkan obor tanda semangat berliterasi, yang telah dinyalakan sejak senin 03/04/2021, dapat terus bernyala menandakan semangat seluruh masayarakat Kabupaten Manggarai Timur untuk menjadikan literasi sebagai budaya demi generasi muda yang maju, berkarakter, dan berprestasi. Media Center Manggarai Timur/Angelino Menggot 0cgY.
  • g82me6lp6g.pages.dev/100
  • g82me6lp6g.pages.dev/96
  • g82me6lp6g.pages.dev/128
  • g82me6lp6g.pages.dev/317
  • g82me6lp6g.pages.dev/54
  • g82me6lp6g.pages.dev/207
  • g82me6lp6g.pages.dev/275
  • g82me6lp6g.pages.dev/168
  • cerita rakyat manggarai timur